MAKASSAR - Kajati Sulsel Sampaikan Sambutan di Acara Pelatihan Peningkatan Kapasitas APH/APIP dalam penanganan perkara Tipikor di hotel Clarion Makassar Selasa (11//2023)
Pada hari Selasa Tanggal 11 Juli 2023, pukul 09:00 Wita bertempat di Hotel Claro Makassar Kepala Kejaksaaan Tinggi Sulsel Leonard Eben Ezer Simanjuntak memberikan sambutan pada acara pelatihan bersama peningkatan kemampuan Aparat Penegak Hukum dan Aparat Internal Pemerintah dalam penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi wilayah hukum Provinsi Sulawesi Selatan dengan Judul “Strategi Kolaboratif, Transformatif, dan Adaptif, dalam Penegakan Dan Pemberantasan Korupsi”.
Turut hadir pada kegiatan Pelatihan bersama APH / APIP yang digagas KPK tersebut yaitu ; Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi RI Nawawi Pomolango, S.H., M.H., Kabareskrim Polri yang diwakili oleh Penyidik Utama Tk. II Bidang Pidkor Bareskrim Polri, Brigjen Pol Tubagus Ade Hidayat, S.I.K., Gubernur Sulawesi Selatan yang diwakili oleh Pj. Sekretaris Daerah Sulawesi Selatan Andi Darmawan Bintang, M. Dev., Plg, Ketua Pengadilan Negeri Makassar Dr. Muhammad Sainal S.H., M.Hum., Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan yang diwakili oleh Wakapolda Irjen Pol Drs. Setyo Budi Moempoeni Harso, S.H., M.Hum, Kepala BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan Amin Adab Bangun, S.E., M.Si., Ak., CA., CSFA., Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan Rizal Suhaili, Ak., M.M., CA., CRMP., QIA., CGCAE, Inspektur Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Marwan Mansyur, S.H., M.H., Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah IV KPK RI, Dr. Ely Kusumastuti, S.H., M.Hum., dan Narasumber Dr.Fahrurrazi, M.Si.
Kajati SulSel Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam sambutannya menyampaikan bahwa fokus utama dalam pemberantasan korupsi adalah berorientasi pada optimalisasi pemulihan kerugian keuangan negara.
Politik Hukum dalam pemberantasan Tipikor yang berorientasi pada pengembalian kerugian keuangan negara menempatkan APH sebagai garda terdepan memastikan kerugian keuangan negara dapat dipulihkan dari eksekusi aset hasil Tipikor dan pembayaran uang pengganti serta perampasan aset sebagai alat kejahatan sebagai salah satu sumber pendapatan keuangan negara.
Menurut Leo Simanjuntak ada beberapa hal yang penting berkaitan dengan kebijakan dan strategi sinergi dan kolaborasi bersama dalam Penegakan Hukum dalam pemberantasan korupsi. Tentunya hal dimaksud mustahil dapat diwujudkan tanpa adanya 4 (empat) pilar
strategi yang perlu dibangun yaitu Kolaboratif, Inovatif, Transformatif, dan Adpatif (KITA) dengan elemen dan unsur pemangku kepentingan.
Keberhasilan pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak dapat berjalan sendiri tanpa dukungan dan gerak bersama dari seluruh unsur pemerintah dan masyarakat, termasuk APH maupun APIP. Saya tegaskan kembali, fungsi pengawasan merupakan salah satu rangkaian dalam pembangunan.
Salah satu bentuk fungsi pengawasan adalah aspek penegakan hukum. Hakikat penegakan hukum tidak semata-mata hanya sebatas untuk menciptakan tertib sosial dan perlindungan masyarakat (social defence) belaka, tetapi juga merupakan bagian integral dari usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat (social welfare) secara menyeluruh. Penegakan hukum yang efektif dan ideal menempatkan upaya pencegahan (preventive) dan penindakan (repressive) yang harus berjalan secara paralel, berdampingan dan beriringan.
Upaya pencegahan tentu tidak akan efektif tanpa sama sekali dilakukannya penindakan yang tegas terhadap pelanggaran yang telah terjadi. Begitu pula sebaliknya, manakala hukum hanya bersifat represif, maka hukum akan cenderung menjadi sekedar alat dengan tanpa memberikan manfaat bagi kepentingan masyarakat. Dengan kata lain penegakan hukum yang efektif, membutuhkan pencegahan dan penindakan yang diwujudkan secara proporsional.
Baca juga:
Kode Etik Jurnalistik dan Penjelasannya
|
Penanggulangan tindak pidana korupsi, harus ditempuh dengan kebijakan integral-sistemik, yaitu adanya keterpaduan antara kebijakan penanggulangan kejahatan dengan keseluruhan kebijakan pembangunan sistem IPOLEKSOSBUD HANKAM, tidak hanya melalui upaya represif dengan penerapan peraturan perundang-undangan khususnya hukum pidana dengan sanksi-nya saja, tetapi juga melalui upaya preventif dan upaya edukatif dengan penerapan yang saling terkait satu sama lain.
Upaya untuk mewujudkan Kolaboratif, Inovatif, Transformatif, dan Adpatif (KITA) dilakukan dengan merumuskan pola koordinasi strategis dalam bidang pencegahan dan bidang penindakan.
Pada kesempatan ini Leo Simanjuntak mengajak seluruh APH / APIP mulai dengan menerapkan 4 (empat) pilar strategi dimaksud, dan pada kesempatan ini Leo Simanjuntak menyampaikan beberapa hal yang belum satu kesatuannya APH dan APIP dalam praktek pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi, antara lain:
Pertama.
Komitmen pencegahan korupsi.
Perlu dirumuskan bersama bagaimana partisipasi kongkrit KPK, Polri, Kejaksaan, BPK, BPKP, dan Inspektorat sebagai APIP dalam berkontribusi pada perbaikan Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Best practice yang kami terapkan di Provinsi Banten saat Saya selaku Kepala Kejaksaan Tinggi Banten dengan mengajak dan
meningkatkan kapasitas APIP Provinsi Banten dan APIP Kab/Kota Se-Provinsi Banten dalam upaya bersama melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan atas laporan pengaduan masyarakat serta perhitungan kerugian keuangan negara, n
Namun upaya ini masih belum optimal karena banyak lapdu yang kami kirimkan ke APIP belum mendapat jawaban atau belum optimal dalam melakukan pengumpulan data/baket serta Analisa hukum yang belum menjawab lapdu. reviu atas tata kelola/SOP pada Instansi Pemerintah
Selain itu diperlukan kesatuan niat, menguatkan semangat dan memadukan langkah untuk mencegah dan memberantas korupsi dengan penandatanganan Pakta Integritas untuk tidak terlibat dalam proyek melalui ikrar Anti Korupsi dan Rencana Kerja Aksi. Selanjutnya dibutuhkan asistensi dalam penyusunan tata kelola atau dalam pelayanan publik yang transparan, akuntabel, dan inklusif melalui pendekatan anti korupsi, kolusi dan nepotisme.
Kedua
Korupsi menjelang Pemilu 2024.
Sebagaimana kita ketahui bersama, tahun 2023 ini secara resmi dimulai tahapan awal rangkaian penyelenggaraan Pemilu serentak 2024. Atmosfir politik dan sosial di tahun 2023 s.d 2024 yang bernuansa politik elektoral tentunya sangat berpengaruh dengan langkah dan tindakan APH serta APIP dalam penanganan perkara sejak tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan persidangan.
Perlu dirumuskan strategi dan pola penanganan perkara di tahun politik sejak penanganan Lapdu Tipikor sampai dengan persidangan yang berkaitan dengan subjek hukum yang terkait dan terafiliasi dengan Partai Politik, Caleg, Capres/Cawapres, Calon Pasangan Kepala Daerah Kab/Kota dan Provinsi.
KPK, Polri dan Kejaksaan serta APIP harus duduk bersama merumuskan strategi kebijakan yang seragam dan padu dalan menghadapi lapdu dan kasus kasus Tipikor yang sedikit atau banyak ditumpangi oleh kepentingan politik dalam rivalitas elektoral untuk mempengaruhi elektabilitas peserta Pemilu 2024.
Penting dirumuskan keseragaman dalam penanganan lapdu dan kasus yang bernuansa black campaign. Karena setiap Lapdumas Tipikor tidak dapat ditolak atau tidak diterima oleh KPK, Polri dan Kejaksaan maupun APIP, dan setiap Lapdumas tersebut tetap harus ditindaklanjuti dan ada penyelesaian akhirnya. Tidak tertutup kemungkinan Lapdumas yg bernuansa politis dilaporkan di KPK juga dilaporkan kembali kepada Polri dan Kejaksaan, sehingga dibutuhkan kesamaan dan keterpaduan dalam penanganan lapdu dan kasus tersebut. Menurut Leo Simanjuntak hal ini perlu dibuatkan aplikasi Lapdu serta tukar menukar informasi atau data antar APH dan APIP sehingga penanganan Lapdu tingkat penyelidikan menjadi lebih terfokus dan efisien serta efektif.
Dalam hal ini peranan fungsi Korsup KPK menjadi terdepan guna fasiltasi dan asistensi dalam merumuskan Kesepahaman dan Kesepakatan Bersama sebagai guideline dilapangan. Termasuk juga dalam hal APH dan APIP menghadapi
intervensi dari kelompok kepentingan politik dan kelompok masyarakat yang teralifiasi dalam menangani perkara Tipikor yang terkait dengan subjek hukum peserta pemilu 2024.
Ketiga
Penerapan Unsur Kerugian Perekonomian negara dalam Perkara Tipikor.
Sejalan dengan program pemerintah dalam upaya pemulihan ekonomi nasional, APH dan APIP dapat mengambil peran dalam penanganan perkara korupsi pada sektor ekonomi strategis dan vital bagi kehidupan negara dan masyarakat yang berdimensi kerugian perekonomian negara.
Dalam praktik penerapan unsur kerugian perekonomian negara masih menghadapi kendala dan hambatan. Perumusan dalam Penjelasan Pasal 2 UU TPK tentang Kerugian Perekomomian Negara masih menemukan pemahaman yang berbeda dalam penafsiran dan penerapan. Baik pada level Auditor, Penyidik, Penuntut Umum maupun Hakim.
Belum adanya kesamaan pandangan dan pemahaman bersama per defenisi dan ruang lingkup dalam penerapan unsur tersebut memberikan ruang kosong yang membutuhkan sinergi dan kolaborasi bersama merumuskan lebih lanjut teknis penerapan unsur dimaksud.
Success story KPK yang menginisiasi serangkaian forum dan seminar terkait penyidikan, penuntutan, persidangan dan pemidanaan korporasi dalam perkara tindak pidana sehingga menghasilkan Peraturan Mahkamah Agung No 13 Tahun 2016 tentang Pemidanaan Korporasi dalam Perkara Tindak Pidana, kiranya dapat dilanjutkan untuk memfasilitasi setiap pihak dan pemangku kepentingan untuk merumuskan bersama pedoman dalam penerapan unsur kerugian perekonomian negara dalam perkara korupsi.
Sehingga Auditor, Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim punya pemahaman, parameter dan indikator yang setara dan cukup dalam mengkonstruksikan secara yuridis perkara Tipikor yang merugikan perekonomian negara (Pasal 2 dan Pasal 3).
Succes story Kejagung, dimana keberhasilan terobosan hukum Kejagung mempidanakan Terdakwa Irianto (Kasus ekspor tekstil) dengan Tipikor selain suap kepada bea cukai juga membuktikan kerugian perekonomian negara, sebagaimana putusan Mahkamah Agung No. 4952 K/Pid.Sus/2021 Tanggal 8 Desember 2021.
Keempat
Optimalisasi fungsi koordinasi dan supervisi KPK dalam penyelesaian penanganan perkara Tipikor Polri dan Kejaksaan.
ditangani atau telah ditangani oleh APH Lain. Termasuk asistensi dalam tindakan hukum oleh penyidik dan penuntut umum untuk kepentingan pembuktian perkara.
Leo Simanjuntap menganggap perlu ada terobosan penyelesaian tunggakan perkara lama baik yang ada di APH dan APIP dengan saling melakukan koordinasi maupun ekspose bersama untuk pemecahan masalah terbaik.
Kelima
Pelacakan dan Pemulihan Aset
Leo Simanjuntak mengatakan perlu sinergi dan kolaborasi serta inovasi dari APH bersama APIP sejak penyelidikan karena untuk menemukan dan membongkar serta penelusuran (follow the money dan follow the asset) tidak lah mudah mengingat kepintaran dan kecanggihan teknologi serta belum adanya satu data (big data) yang ter-update terkait data pribadi maupun data korporasi di Indonesia.
Untuk itu, kiranya cukup beralasan saya menyampaikan apa yang menjadi filosofi Tujuan penegakan hukum selain keadilan, kepastian dan kemanfaatan adalah menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintah dan melindungi kepentingan masyarakat. Dalam kerangka mencapai tujuan nasional yakni mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Kajati SulSel Leonard Eben Ezer Simanjuntak berharap kiranya, dengan Pelatihan Bersama ini dapat memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kapasitas APIP dan APH sebagai wujud konkrit tekad pemberantasan korupsi. Materi komunikasi efektif, inklusivitas, team work building sebagai softskill yang mesti dimiliki oleh APIP dan APH dalam berkolaborasi dan bersinergi. Kemudian materi teknis terkait Tipikor, khususnya dalam hal pelacakan aset Tipikor, penerapan TPPU dengan Tindak Pidana Asal Tipikor, persinggungan antara Hukum Administrasi dengan PMH dalam Tindak Pidana Korupsi serta Tindak Pidana Korupsi terkait unsur Kerugian Perekonomian negara, menjadi hal penting yang perlu dikuasai dan dikembangkan oleh APIP dan APH.
Diakhir sambutannya Leonard Eben Ezer Simanjuntak menyampaikan kata bijak bestari : “Jangan menunggu waktu yang tepat untuk melakukan hal baik. Segala sesuatu memang tak mudah, tapi setidaknya ia tak sia-sia. Harapan akan selalu hadir untuk mereka yang mempercayai perubahan”.
Sumber:Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi SulSel (Herman Djide)